Siapa yang Berbohong? Kisruh Kompensasi Rp300 Juta Sebabkan Warga Pulau Pandan/Karang Pandan dan PT KMH Kembali Memanas
VA News - Kerinci, 23 Agustus 2025 — Konflik antara masyarakat Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan dengan PT Kerinci Merangin Hidro (KMH) kembali mencuat setelah sempat dinyatakan damai pada 11 Agustus lalu. Pada Kamis, 21 Agustus, ratusan warga kembali turun ke lokasi proyek PLTA Danau Kerinci, menuntut kejelasan atas kompensasi yang mereka klaim dijanjikan sebesar Rp300 juta per kepala keluarga.
Aksi massa berlangsung sejak pagi dan sempat berlangsung tertib, namun memanas menjelang siang. Warga menerobos area proyek, melempari alat berat, dan memaksa pekerja menghentikan aktivitas. Aparat keamanan yang berjaga menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Beberapa warga dilaporkan mengalami sesak napas, namun tidak ada korban jiwa.
Persoalan utama yang memicu kericuhan adalah perbedaan klaim soal kompensasi. Warga menyebut PT KMH pernah menjanjikan kompensasi Rp300 juta per kepala keluarga sebagai bentuk ganti rugi atas dampak ekologis dan sosial dari pembangunan pintu air PLTA. Sementara itu, pihak perusahaan menyatakan bahwa kompensasi yang disepakati adalah Rp5 juta per kepala keluarga, sesuai hasil mediasi resmi yang difasilitasi Tim Terpadu dan Polda Jambi pada 11 Agustus.
Hingga kini, belum ditemukan bukti tertulis yang menguatkan klaim warga soal janji Rp300 juta. Namun, konsistensi tuntutan dan skala protes menunjukkan bahwa komunikasi antara perusahaan dan masyarakat tidak berjalan baik. Warga menyebut bahwa proyek PLTA telah merusak mata pencaharian mereka, terutama penangkapan ikan di sungai, dan menuntut pengakuan atas kerugian yang bersifat ekologis dan sosial, bukan sekadar kompensasi formal.
Dalam mediasi sebelumnya, nama Nanang Sudayana disebut sebagai tokoh masyarakat yang mengajukan tuntutan Rp300 juta per kepala keluarga. Sementara dari pihak perusahaan, Humas PT KMH, Aslori, menyatakan bahwa perusahaan hanya mampu memberikan Rp5 juta per KK. Perbedaan tajam di meja mediasi inilah yang menjadi akar dari konflik berkepanjangan.
Pihak PT KMH belum memberikan pernyataan resmi pasca kericuhan terbaru. Sementara itu, sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis lokal menyerukan perlunya transparansi penuh dalam proses kompensasi, termasuk dokumen penerima, mekanisme penyaluran, dan dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Konflik ini menunjukkan bahwa kesepakatan formal tidak selalu mencerminkan penyelesaian substansial. Pertanyaan yang kini mengemuka di publik: siapa yang sebenarnya berbohong???
(Red & Tim)
Tidak ada komentar :