Lebih lanjut, meskipun tersangka telah membawa uang dan bahkan menghabiskan sebagian. Menurut ahli Hukum, kasus ini tetap masuk dalam kategori OTT karena masih dalam satu rangkaian peristiwa hukum. Dalam kasus ini, terdapat empat korban pemerasan, tetapi baru satu orang yang telah menyerahkan uangnya yakni Kades Pelayang Raya Supriadi, sementara tiga kepala desa lainnya masih dalam proses pemungutan uang dalam rangkaian yang sama.
"Setelah mengambil uang dari saya, dia akan langsung menghubungi kepala desa lainnya" ungkap Supriadi.
Menurut hukum, OTT tidak harus terjadi tepat saat uang berpindah tangan, tetapi bisa mencakup keseluruhan proses pemerasan yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, meskipun sebagian uang telah digunakan, tindakan hukum tetap dapat dilakukan terhadap pelaku pemerasan dalam kasus ini.
Supriadi Juga mengatakan "ada banyak bukti-bukti pesan whatsapp dan bukti rekaman aksi FNE terhadap kami 4 Kades, itu semua akan kami bongkar di pengadilan"..pungkasnya.
Dasar Hukum OTT Pemerasan Pasal 368 KUHP, Pasal 482 UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru dan Pasal 369 KUHP Keseluruhannya Mengatur pemerasan yang dilakukan dengan ancaman pencemaran nama baik atau pembukaan rahasia, dalam satu rangkaian peristiwa hukum yang juga dapat dikenakan sanksi pidana. Dalam Kasus FNE masalah OTT menjadi polemik, meskipun Aparat Hukum belum menyampaikan secara Tegas itu OTT atau tidak, Posisi FNE tetap telah menjadi tersangka Sendirian, yang juga membutuhkan keadilan. Apakah FNE benar-benar beroperasi sendiri, sehingga di harus menerima hukumannya sendirian? Keadilan bagi FNE harus di tegakkan..
Etika Jurnalistik: Media Harus Fokus pada Isi Beritanya, Bukan terkesan Menyerang Sesama Media.
Sebagai bagian dari profesi jurnalistik, media memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi secara akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk, sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 1.
Dalam prinsip jurnalistik, media seharusnya fokus pada pokok isi berita, bukan menyerang pemberitaan media lain. Serangan terhadap sesama media sampai menyebutkan medianya, dapat dianggap sebagai pelanggaran kode etik, karena bertentangan dengan prinsip independensi dan profesionalisme dalam pemberitaan.
Menurut Kode Etik Jurnalistik Pasal 3, wartawan harus selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, dan tidak mencampurkan fakta dengan opini yang menghakimi. Oleh karena itu, media yang menyerang media lain tanpa dasar yang jelas dapat dianggap melanggar prinsip-prinsip jurnalistik yang seharusnya dijunjung tinggi.
Media yang di tuduhkan (TB News) dalam pemberitaan, telah memiliki legalitas resmi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam UU Pers, disebutkan bahwa pers nasional memiliki kebebasan dalam menjalankan fungsi jurnalistiknya, serta mendapat perlindungan hukum dari campur tangan pihak lain yang berupaya menghambat kebebasan pers.
Sebagai media profesional, fokus utama harus tetap pada substansi berita, bukan menunjukkan kesan pada persaingan antar media yang dapat merusak kredibilitas jurnalistik. Selanjutnya, Untuk menjernihkan segala informasi, diperlukan jumpa pers yang melibatkan aparat penegak hukum, ahli hukum, dan pihak-pihak terkait dalam kasus tersebut. Segala bentuk kebenaran dalam proses Penangkapan, kembali kepada Aparatur Penegak Hukum, dan Keputusan Salah benarnya adalah Kewenangan Pengadilan (DHP)
Tidak ada komentar :